Senin, 07 Januari 2013

MANTRA

Periodisasi Mantra
Menurut Zuber Usman mantra termasuk kedalam periodisasi sastra kesusastraan lama yang masuk kedalam prosa lama. Karena menurut Zuber Usman periodisasi sastra terbagi atas :
a. Kesusastraan lama
b. Zaman peralihan
c. Kesusastraan baru
1). Zaman balai pustaka (1908)
2). Zaman pujangga baru (1933)
3). Zaman Jepang (1942)
4). Zaman angkatan ’45 (1945)
Dan mantra termasuk kedalam periodisasi kesusastraan lama, yang diantaranya hikayat, mite, fabel, legenda, pantun syair, gurindam, dan mantra.
Pengertian Mantra
Mantra adalah bunyi, suku kata, kata, atau sekumpulan kata-kata yang dianggap mampu "menciptakan perubahan" (misalnya perubahan spiritual). Jenis dan kegunaan mantra berbeda-beda tergantung mahzab dan filsafat yang terkait dengan mantra tersebut.
Mantra (Dewanagari: मन्त्र; IAST: mantra) berasal dari tradisi Weda i India, kemudian menjadi bagian penting dalam tradisi Hindu dan praktik sehari-hari dalam agama Buddha, Sikhisme dan Jainisme. Penggunaan mantra sekarang tersebar melalui berbagai gerakan spiritual yang berdasarkan (atau cabang dari) berbagai praktik dalam tradisi dan agama ketimuran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Mantra diartikan sebagai susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Khanna (2003: hal. 21) menyatakan hubungan mantra dan yantra dengan manifestasi mental energi sebagai berikut:
Mantra-mantra, suku kata Sanskerta yang tertulis pada yantra, sejatinya merupakan 'perwujudan pikiran' yang merepresentasikan keilahian atau kekuatan kosmik, yang menggunakan pengaruh mereka dengan getaran suara.
Mantra juga dikenal masyarakat indonesia sebagai rapalan untuk maksud dan tujuan tertentu (maksud baik maupun maksud kurang baik). Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis puisi lama yang mengandung daya magis. Setiap daerah di Indonesia umumnya memiliki mantra, biasanya mantra di daerah menggunakan bahasa daerah masing-masing. Mantra di dalam bahasa Minangkabau disebut juga sebagai manto, jampi-jampi, sapo-sapo, kato pusako, kato, katubah,atau capak baruak. Sampai saat ini mantera masih bertahan di tengah-tengah masyarakat di Minangkabau. Isi mantra di Minangkabau saat ini berupa campuran antara bahasa Minangkabau lama (kepercayaan animisme dan dinamisme), Melayu, bahasa Arab (pengaruh Islam) dan bahasa Sanskerta (pengaruh Hindu Budha).
Mantra diambil dari kata sansekerta yaitu "mantra" atau "manir" yang merujuk pada kata-kata dalam kitab suci umat Hindu, Veda. Dalam masyarakat Melayu, mantra atau juga dikenal sebagai jampi, serapah, atau seru adalah sejenis pengucapan yang terdengar seperti puisi yang mengandung unsur sihir dan ditujukan untuk mempengaruhi atau mengontrol sesuatu hal untuk memenuhi kenginan penuturnya. Antara lain, mantra merupakan ayat yang dibaca untuk melakukan sihir, yaitu melakukan sesuatu secara kebatinan, seperti menundukkan musuh, melemahkan musuh, atau memikat wanita. Selain itu mantra dianggap memiliki kekuatan gaib yang luar-biasa yang memungkinkan pembacanya mengontrol seseorang atau alam.
Ciri-ciri Mantra
Adapun ciri-ciri mantra adalah Mantera yang berbentuk puisi, isi dan konsepnya mencerminkan kepercayaan masyarakat waktu itu, dibuat untuk satu tujuan tertentu. Biasanya, Mantra bersifat sihir simpati, yaitu sesuatu sifat disebut atau dikaitkan dengan sesuatu / seseorang agar pembaca mantra tersebut dapat memiliki sifat yang sama. Misalnya bacaan mantra, ".... Aku bukan tepuk bantal, tetapi tepuk hatimu ....." dan yang lain-lain.
ciri-ciri mantra pada umumnya adalah:
 Mantra terdiri dari beberapa rangkaian kata berirama.
 Isinya berhubungan dengan kekuasaan gaib
 Mantra diamalkan dengan memiliki tujuan tertentu.
 Mantra diwarisi dari perguruan atau melalui cara gaib seperti menurun / keturunan atau mimpi.
Biasanya membutuhkan pengamalnya yakin keras, dan jika pengamalnya merasa kurang keyakinan, Mantra akan menjadi tawar / tidak bereaksi dan tidak efektif.
Proses Lahirnya Mantra
Dr. .R. Cons dalam disertsinya secara luas membahas kitab Bhuwanakosa, yang disebutkan sebagai tulisan teologi yang paling tua ditemui dalam tradisi jaya Kuna, memuat sloka-sloka Sansekerta, yang kemudian disimpan dan dipelajari oleh para pandita di Bali. Goris juga menjelaskan bahwa sejauh ini tulisan-tulisan teologi yang muncul kemudian, mengambil bahannya dan karya tertua bersifat Siwa-siddhanta tersebut.
Menurut Bhuwanakosa uraian penghargaan dan yang terendah sampai yang tertinggi adalah: arcana, mudra, mantra, kutamantra, dan pranawa. Dalam pelaksanaan yajna semuanya merupakan sebuah kesatuan.
Yang dimaksud arcana di sini adalah berbagai bentuk simbol-simbol keagamaan, termasuk upakara (banten) dan juga yantra. Yantra umumnya berarti alat untuk melakukan pemusatan pikiran, dapat berbentuk pratima atau mandala. Yantra dapat berbentuk diagram, dilukis atau dipahatkan di atas logam, kertas atau benda-benda lain yang disucikan. Yantra secara simbolik adalah tempat mensthanakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagi seorang pemuja Saraswati aksara atau lontar/kitab adalah yantra. Di tempat lain daksina (banten daksina), atau catur (banten catur) adalah yantra. maka Yantra adalah alat sejauh itu berguna sebagai obyek untuk memusatkan pikiran, tetapi sekaligus juga dapat menerima turuninya Dewa yang dipuja.
Mudra berasal dari akar kata mud berarti “membuat senang”. Mudra diyakini membuat Dewata yang dipuja senang. Terdapat 108 mudra, 55 di antaranya yang biasa digunakan. Mudra yang dimaksudkan disini adalah sikap-sikap ketika memuja, dilakukan dengan posisi tangan dan jari-jari tertentu, termasuk sikap badan seperti dalam latihan yoga. Matsya mudra misalnya dilakukan ketika mempersembahkan Arghya, yaitu dengan meletakkan tangan kanan di punggung tangan kiri lalu direntangkan, seperti sirip kedua ibu jari, dan sungu yang berisi air diandaikan samudera lengkap dengan ikan-ikan di dalamnya. Di samping untuk menyenangkan Dewata, mudra juga diyakini dapat memberikan siddhi, dan pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan bagi tubuh seperti kestabilan, kekuatan dan penyembuhan penyakit. Mudra adalah hal yang sangat penting bagi para sulinggih di Bali dalam pelaksanaan yajna (Kat Angelo, Mudra’s on Bali, 1992).
Setelah mudra kita masuk ke dalam hal yang sangat penting yaitu mantra, kuta-mantra dan pranawa mantra. Mantra yang disusun dengan aksara-aksara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan aksara-aksara itu sebagai perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat, sesuai dengan swara (ritme) dan warna (bunyi). Mantra itu mungkin jelas dan mungkin tidak jelas artinya. Kuta-mantra atau wija-mantra, misalnya Hrang, Hring Sah, tidak mempunyai arti dalam bahasa sehari-hari. Tetapi mereka yang sudah menerima inisiasi mantra mengetahui bahwa artinya terkandung dalam perwujudarmya itu sendiri (swa-rupa) yang adalah perwujudan Dewata yang dipuja. Untuk memahami hal ini terlebih dahulu kita harus memahami proses lahirnya mantra atau wijamantra itu sendiri.
Seperti halnya antariksa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan udara (wayu), karena itu di dalam rongga tubuh yang menyelubungi jiwa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan pranawayu dan proses menarik dan mengelurkan nafas. Shabda pertama kali muncul di muladhara-cakra dalam tubuh. Bunyi yang teramat lembut yang pertama kali muncul di dalam Muladhara disebut para, berkurang kelembutannya ketika sudah sampai di sanubari yang dikenal dengan pasyanti. Ketika mencapai buddhi, bunyi itu sudah menjadi lebih kasar lagi disebut Madhyama. Akhirnya sampai kepada wujudnya yang kasar, keluar melalui mulut sebagai waikhari. Substansi semua mantra adalah Cit, dengan perwujudan luarnya sebagai bunyi, aksara, kata-kata. Maka aksara itu sesungguhnya adalah yantra dan aksara atau Brahman yang tak termusnahkan. Beberapa proses harus dilakukan sebelum mantra itu dapat diucapkan, seperti penyucian mulut (mukha soddhana), penyucian lidah (jihwasoddhana), penyucian terhadap mantra itu sendiri (ashaucabhanga) dan lain-lain. Yang intinya segalanya dalam suasana penuh kesucian.
Pranawa mantra adalah OM, yang merupakan intisari dari semua mantra. Dan OM inilah merupakan intisari bentuk yajna atau pemujaan. Om disthanakan oleh para sadhaka di dalam sari alam semesta dalam wujud ghreta (susu), taila (biji-bijian, benih) dan madhu (madu). Bentuk-bentuk upakara yang lain yang bahannya diambil dari isi jagat (isin pasih, isin tukad, isin danu, isin alas dsb) yang kemudian dijadikan yantra, dimaksudkan untuk dihidupkan, ditegakkan dan dirahayukan kembali (winangun urip, panyegjeg jagat, bhuta hita, jagathita, sarwaprani hita). Penyebaran Mantra
Sastra lama berkembang secra turun-temurun dan melalui proses pelisanan. Sastra berupa mantra masih dipercayai dan dipelihara oleh beberapa orang dikalangan masyarakat. Mantra umumnya tidak disebarkan secara bebas. Biasanya, mantra diturunkan atau diwariskan secara turun-temurun atau diwariskan pada orang terpilih. Pada orang terpilih ini biasanya ditandai dengan firasat tertentu, atau merasa mendapat wangsit untuk mewariskannya pada orang lain.
Pada zaman dahulu, proses penciptaan mantra bersifat spontan, polos, dan menuruti firasat tertentu yang dirasakan oleh dukun atau pawing. Teks mantra merupakan teks turun-temurun dan tidak diketahui lagi siapa penciptanya. Sesuai dengan cirri sastra lisan, yakni bersifat anonym (tidak diketahui siapa pengarangnya).
Itu sebabnya, teks mantra sudah menjadi milik bersama dari kolektif masyarakat tertentu. Teks mantra memiliki kegunaan kolektif dalam hidup bersama yaitusebagai media menyembuhkan orang sakit, selain mempunyai kegunaan kolektif lainnya, sebagai alat didik kepada anak (dalam hal pewarisan ilmu).
Keberagaman Mantra
1) Asihan yaitu, dibacakan untuk maksud agar orang lain menyayangi kita.
Contoh:
Samping aing kebet lereng
Ditilik tigigir lenggik
Diteuteup tihareup sieup
Makaeuteup mikasieup
Ka awaking
Awaking ratu asihan
Ti luhur kuwung-kuwungan
Ti handap teja mentrangan
Ditilik ti tukang lenggik
Ditilik ti gigir sieup
Mangka eunteup mangka sieup
Asih…asih…asih…
Asih kabadan awaking
2) Ajian yaitu, dibacakan untuk maksud agar kuat, sakti, dll.
Contoh :
Ajian Prabu Siliwangi
Sir, aing, Prabu Siliwangi
Cipta aing Nabi Adam
rasa aing Rasulullah
ya Allah, ya Rasulullah
tiba jenengan Prabu Kean Santang Maring Ingsun
kedét aing Ratu Galuh
kiceup aing Prabu Tajimaléla
Itu nu hurung di luhur
éta nu hérang di handap
nu hibar di tengah-tengah
nya aing Sang Ratu Gumala putih
nyatana ti poé kemis
nya aing Sang Ratu Gumala Putih
nyetana di poé jumaah
3). Singlar yaitu, dibacakan untuk maksud menghindari dari hal –hal yang tidak Diinginkan.
4). Jampe yaitu, dibacakan untuk maksud menghilangkan sakit dan mngeboti sakit, dll.
Contoh :
Jampe ngisikan
Mangga Nyimas Lene Nyimas Maulene
Geura siram dibanyu mu’min
Di Talaga Kalakosar
Abdi ngiringan
Nyi Pohaci Budugul Wulung
Ulang jail babawaan kaula
Heug
Nyi Pohaci barengan jati
Ulah jail kaniaya
Ka Nyi Pohaci Sukma Jati
Heug
5). Jangjawokan yaitu, dibacakan untuk maksud meminta keselamatan dalam memulai pekerjaan.
Contoh :
Seureuh seuri
Pinang nanggeng
Apuna galugaet angen
Gambirna pamuket angen
Bakona baluge sari
Coh nyay, parupat nyay, loeko lenyay
Cucunduking aing taruk harendong
Cucunduking aing taruk paku hurang
Keuna asihan awaking
Asihan si leuget teureup
6). Rajah Pamunah yaitu, dibacakan untuk maksud keselamatan.
Integrasi mantra Persentuhan mantra dengan sastra yang lain bersangkutan karena satu sama lain saling berkaitan. Terutama yang beredar melalui proses lisan.
Lenyap atau bertahankah mantra itu?
Bertahan, karena sampai saat ini masih banyak masyarakat daerah yang menggunakan mantra, terutama daerah-daerah pedesaan, apalagi sekarang sudah tersosialisasi bahasa daerah di seluruh sekolah-sekolah di Indonesia khususnya sehingga pasti mereka pun akan tau mantra-mantra. Sehingga akan terus bertahan selama ada yang mengajarkan dan mengamalkan mantra itu sendiri.
Contoh-contoh Mantra
1. Mantra supaya suami betah tinggal di rumah
Bismillahirrahmanirrahim Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Unduk-unduk piragah patah Tunduk-tunduk seperti patah
Patahnya maawan-awan Patahnya mengawang-awang
Batunduk batingadah Bertunduk bertengadah
Badiri malawan Berdiri melawan
Barakat La ilaha illallah Berkat kalimat La ilaha illallah
Muhammadarasulullah Muhammad rasul Allah
2. Mantra untuk menundukkan orang lain
Panahku panah Arjuna Panahku panah Arjuna
Kupanahakan ka gunung, gunung runtuh Kupanakan ke gunung, gunung runtuh
Kupanahakan ka sugara, sugara karing Kupanahakan ke segara, segara kering
Kupanahakan ka angin, angin tacandak Kupanahakan ke angin, angin terhenti
Kupanahakan ka burung, burung jatuh Kupanakan ke burung, burung jatuh
Kupanahakan lawan si……, rabah, Kupanahakan kepada si…..(disebut Rubuh imannya kepada diaku namanya), rebah, roboh imannnya kepada aku
Barakat La ilaha illallah Berkat La ilaha illallah
Muhammadurrasulallah Muhammad rasul Allah
Ruku, ruki Ruki, ruki
Patah tulang Baginda Ali Patah tulang Baginda Ali
Rapat kuku lawan isi Rapat kuku lawan isi
Tiada lupa lawan diaku Tidak lupa kepadaku
Barang sehari-hari Barang sehari
Kataku si kata kukang Kataku si kata kukang
Makukang si nurmayu Makukang si nurmayu
Mayu kahandak Allah Cukup kehendak Allah
Barakat La ilaha illallah Berkat tiada Tuhan selain Allah
Muhammadurrasulallah Muhammad rasul Allah
Ramah tidung sing wangi Ramah tidung sing wangi
Tugu wayu luruh putting Tugu wayu gugur ujung
Sitan datang turun lawani Setan datang turun dilawan
Kayu agung lamah sangat Kayu agung lemah sangat
Allahumma dang kasumbi Allahumma dang kasumbi
Kasumbi pasak Muhammad Kasumbi pasak(Jw.susuk) Muhammad
Bismillah aku mamakai kata kasumbi Bismillah aku memakai kata kasumbi
Manundukakan si …. Menundukkan si … (disebut namanya)
Barakat La ilaha illallah Berkat La ilaha illallah
Muhammadurrasulallah Muhammad rasul Allah
3. Mantra untuk mengalahkan musuh
Ajal-ajal Allah Ajal-ajal Allah
Ikam datang daripada nur Muhammad Kamu datang daripada nur (cahaya) Muhammad
Barangsiapa durhaka kepadaku Barangsiapa durhaka kepadaku
Diturunkan bala kepada dirinya Diturunkan bencana kepada dirinya
Dikisas Allah rezkinya Dibalaskan Allah rejekinya
Dirandahkan darajat kepada dirinya Direndahkan derajat kepada dirinya
Lanah lunuh buku matanya seperti air Luluh mencair biji matanya seperti air
Berkat La ilaha illallah Berkat La ilaha illallah
Muhammadurrasulullah Muhammadurrasulullah
4. Mantra untuk menyembuhkan penyakit beri-beri
Jaluhu, jalukap, kipasat Jaluhu, jalukap, kipasat
Uguk, ugur Uguk, ugur
Sang maharaja baruntik Sang maharaja baruntik
Berkat La ilaha illallah Berkat La ilaha illallah
Muhammadurrasulullah Muhammadurrasulullah
5. Mantra Main Jalangkung
Ada salamatan saadanya Ada selamatan sekedarnya
Jalangkung ikam datanglah Jalangkung engkau datanglah
Kada baistilah disuruh datang Tidak secara resmi disuruh datang
Kalu bulik ikam kada diantar jua Kalau pulang engkau tidak diantar juga
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com http://www.wikipedia.org http://www.PengertianMantra/Kumpulanmantra.com http://www.kumpulanistilah.com/2011/08/pengertian-mantra.html#ixzz2HGdqgp3H http://www.prosesberkembangnyamantra.com http://www.keberagamanpuisilama/mantra.com http://www.contoh-contohmantra.com http://www.ciri-cirimantra.com http://www.periodisasisastra.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar